Inflasi Dan Ancaman Resesi

115
0

Oleh: Amistan Purba

Perekonomian di Indonesia saat ini sedang berkembang dengan pesat. Namun, ditengah berkembangnya perekonomian, ada beberapa masalah yang dapat mempengaruhi perekonomian di Indonesia, salah satunya ialah Inflasi.

Inflasi belakangan ini menjadi headline pemberitaan media tidak hanya di dalam negeri, melainkan juga di dunia. Sejumlah negara mengalami inflasi yang menjulang tinggi, hal tersebut memberikan masalah yang lebih besar lagi, dunia terancam mengalami resesi. Presiden Jokowi sendiri telah mengingatkan, momok terbesar saat ini oleh semua negara di dunia adalah ancaman inflasi tinggi. Dunia saat ini penuh ketidakpastian akibat kenaikan harga pangan hingga energi, dan tensi panas perang Rusia-Ukraina yang tak pasti kapan berakhir.

Inflasi yang tinggi membuat daya beli masyarakat merosot. Sementara belanja rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian. Tingginya inflasi membuat banyak bank sentral utama di dunia menaikkan suku bunganya secara agresif. Di aspek lain, suku bunga yang tinggi membuat ekspansi dunia usaha terhambat, akibatnya perekonomian semakin tertekan, dan dunia terancam mengalami resesi.

Kita sering mendengar kata inflasi saat membaca atau menonton berita tentang stabilitas perekonomian. Namun terkadang kita belum sepenuhnya memahami apa itu inflasi, baik penyebab, dan dampak bagi negara.

1. APA ITU INFLASI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Inflasi diartikan sebagai kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. Mengutip laman resmi Bank Indonesia (BI), inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa inflasi adalah keadaan perekonomian negara di mana ada kecenderungan kenaikan harga-harga dan jasa dalam waktu panjang. Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya arus uang dan barang.

2. PENYEBAB INFLASI

Dalam konteks fenomena yang terjadi saat ini, tingginya inflasi disebabkan karena cost push yang terjadi di berbagai negara. Perang Rusia dan Ukraina telah membuat harga komoditas meroket dan akhirnya memicu kenaikan harga.

Laman Kementerian Keuangan menyebut setidaknya ada enam faktor penyebab inflasi:
1) Permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga membuat harga barang atau jasa tersebut mengalami kenaikan.
2) Adanya peningkatan biaya produksi
3) Bertambahnya uang yang beredar di masyarakat
4) Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran
5) Perilaku masyarakat yang seringkali memprediksi atau biasa disebut sebagai inflasi ekspetasi
6) Inflasi yang disebabkan kekacauan ekonomi dan politik seperti yang terjadi di Indonesia saat kerusuhan tahun 1998.

Contoh inflasi misalnya kenaikan harga beras, kenaikan harga gabah, kenaikan harga minyak goreng, dapat mengakibatkan kenaikan inflasi karena memberikan efek yang luas dan diikuti dengan kenaikan harga barang atau jasa lainnya. Selain itu ada Inflasi yang berasal dari luar negeri yang dapat timbul akibat kenaikan harga barang impor.

3. DAMPAK INFLASI

Menurut Bank Indonesia, ada tiga dampak inflasi:
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, tingkat inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Dampak inflasi secara keseluruhan tidak boleh dianggap sepele, sebab inflasi memiliki cukup banyak dampak bagi perekonomian suatu negara.

4. MENGATASI INFLASI

Peran pemerintah mengatasi inflasi:
1) Kebijakan moneter, keputusan yang diambil dalam rangka menunjang aktivitas ekonomi melalui berbagai hal yang berkaitan dengan penetapan jumlah peredaran uang di masyarakat. Tujuan utama dikeluarkan adalah untuk menjaga kestabilan ketersediaan uang suatu negara.
2) Kebijakan fiskal, memengaruhi perekonomian melalui perubahan pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Tujuan utama dikeluarkan adalah untuk menentukan arah, tujuan, sasaran dan prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan perekonomian.
3) Kebijakan non moneter, berhubungan dengan peningkatan produksi, kebijakan upah buruh dan pengawasan harga.

Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia (BI) memiliki target tahunan untuk mengatasi terjadi inflasi. Berdasarkan PMK No. 101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi tahun 2022, tahun 2023, dan tahun 2024, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2022–2024, masing-masing sebesar 3,0%, 3,0%, dan 2,5%, dengan deviasi masing-masing ±1%.

Pemerintah harus berusaha mempertahankan stabilitas harga, yaitu tingkat inflasi yang rendah dan stabil sebagai tujuan utama supaya  kebijakan yang diambil dapat menciptakan pertumbuhan.

5. KONDISI INFLASI DI INDONESIA

Tingkat inflasi bisa diukur dengan indikator Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks pengeluaran. Perhitungan inflasi ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi yang diukur IHK kemudian dikelompokkan ke dalam 7 kelompok pengeluaran, meliputi:
1) Kelompok bahan makanan
2) Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
3) Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
4) Kelompok sandang
5) Kelompok kesehatan
6) Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga
7) Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi:
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2014 sebesar 8,36% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2015 sebesar 7,26% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2016 sebesar 3,02% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2017 sebesar 3,61% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2018 sebesar 3,13% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2019 sebesar 2,72% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2020 sebesar 1,68% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2021 sebesar 1,87% (yoy)
– Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2022 sebesar 5,51% (yoy)

Inflasi pada Desember 2022 mencapai 5,51% secara tahunan (yoy). Salah satu komponen penyebab kenaikan inflasi ialah harga beras yang terjadi di 79 kota di Indonesia. Komoditas beras memberikan andil sebesar 0,07% terhadap inflasi Desember 2022.

BPS juga merilis Nilai Tukar Petani (NTP) pada Desember 2022 mencapai 109,00 atau naik 1,11% dibandingkan November 2022. Peningkatan ini terjadi kerena indeks harga yang diterima petani naik 1,83% lebih tinggi dari indeks harga yang dibayar petani yang hanya naik 0,72%. Di sisi lain, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) pada Desember 2022 mencapai 108,96 atau naik 1,59% dibandingkan November 2022. Peningkatan NTUP ini juga terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik 1,83% lebih tinggi dari indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang hanya naik sebesar 0,24%.

Selain itu, perkembangan harga gabah di tingkat petani pada Desember 2022 juga meningkat. Untuk gabah kering panen meningkat 4,20% secara bulanan (mtm) dan meningkat 17,83% jika dibandingkan Desember 2021 atau secara tahunan (yoy). Gabah kering giling juga meningkat sebesar 6,95% mtm dan 21,75% yoy. Sedangkan harga beras grosir pada Desember 2022 meningkat 3,19% mtm dan 8,95% yoy. Harga beras eceran meningkat 2,30% mtm dan 6,23% yoy.

6. HADIAH BAGI DAERAH YANG BISA MENEKAN INFLASI

Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan insentif fiskal berupa dana insentif daerah (DID) rata-rata sebesar Rp. 10 milyar sebagai “hadiah” untuk pemerintah daerah (pemda) yang mampu mengendalikan inflasi secara tajam dari bulan Mei 2022 ke bulan Agustus 2022 (disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa September 2022 di Jakarta, Senin 26 September 2022):
– Kesepuluh provinsi terbaik yang menerima insentif fiskal yakni Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Papua Barat, Sulawesi  Tenggara, Kalimantan Timur, Yogyakarta, Banten, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Selatan.
– Terdapat 15 kabupaten yang menerima insentif fiskal yakni Belitung, Tabalong, Sintang, Merauke, Kotawaringin Timur, Banyumas, Bulukumba, Cilacap, Sumba Timur, Sumenep, Kudus, Manokwari, Banyuwangi, Indragiri Hilir Jember.
– Terdapat pula 15 kota yang menerima insentif fiskal, yaitu Singkawang, Sorong, Pontianak, Pangkalpinang, Lhokseumawe, Kota Kendari, Pematang Siantar, Parepare, Probolinggo, Balikpapan, Metro, Samarinda, Tasikmalaya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, setiap tahunnya sebanyak 45 daerah diusulkan untuk mendapatkan DID, namun daerah-daerah itu akan dievaluasi lagi. Pemberian “hadiah” bertujuan untuk mengapresiasi peran pemda dalam mengelola inflasi, mengukur kinerja dan efektivitas kebijakan program atau pengendalian inflasi di daerah, serta memastikan akuntabilitas dalam pelaksanaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Oleh karena itu yang mendapatkan reward adalah daerah yang penurunan inflasinya paling tajam.

Diharapkan kedepannya masing-masing Provinsi, Kabupaten, dan Kota di Indonesia supaya bekerja keras agar bisa menekan inflasinya secara tajam untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik agar terhindar dari resesi.

Jakarta, 28 Februari 2023

Penulis:
Amistan Purba, SE, S.Si, MM.
Dosen STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen, Jakarta
STIE Dharma Bumiputera, Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here