MediaSuaraMabes, Baturaja – Ratusan warga Desa Lekis Rejo, Kecamatan Lubuk Raja, Kabupaten OKU, mempertanyakan kejelasan pembuatan sertifikat tanah yang mereka ajukan melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) atau disebut juga Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Sebab, dari 400 lebih warga yang mengajukan pembuatan sertifikat Prona pada tahun 2022 lalu, hanya sekitar 100 warga yang telah selesai dan diterbitkan sertifikat. Hanya saja, hingga saat ini tak kunjung dibagikan ke warga yang bersangkutan.
Sementara, sebagian warga lainnya belum mendapatkan kepastian apakah akan mendapat sertifikat atau tidak. Mirisnya, ratusan warga tersebut telah membayar uang pengukuran kepada oknum pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) OKU, dengan nominal bervariasi mulai dari Rp.300 ribu hingga Rp.700 ribu, tergantung lokasi tanah yang diukur.
Padahal, sertifikat Prona atau PTSL merupakan program pemerintah untuk legalisasi aset tanah secara masal dan gratis untuk memberikan kepastian hukum kepemilikan. Program ini ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Meskipun gratis, ada biaya lain yang tetap ditanggung oleh pemohon seperti biaya administrasi, materai dan SPHT. Namun, untuk pengukuran tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis.
Carut marut proses pembuatan sertifikat Prona ini, dibenarkan oleh Asep selaku Kepala Dusun (Kadus) Blok A, Desa Lekis Rejo. Ia mengungkapkan, ada sekitar 400 warga yang mengajukan pembuatan sertifikat Prona di desanya. Namun, hanya 100 lebih sertifikat yang sudah diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN OKU.
“Sudah ada yang selesai, sekitar 100 lebih sertifikat yang diserahkan ke desa. Tapi memang belum kita bagikan ke warga yang bersangkutan, kita menunggu kejelasan dari pihak BPN OKU, mengenai ratusan pemohon lainnya yang sertifikatnya belum jadi,” ungkap Asep, ditemui di rumah nya
, Selasa (28/10/2025).
Selain itu, pihak pemerintahan Desa Lekis Rejo, meminta agar penyerahan ratusan sertifikat kepada warga, dilakukan langsung oleh pihak BPN OKU. Tujuannya, supaya bisa memberikan penjelasan kepada warga yang belum mendapatkan sertifikat.
“Kita sudah menyampaikan secara lisan kepada pihak BPN , namun belum ada tanggapan. Kalau kita yang menyerahkan, takutnya bola panas balik ke kita,” cetusnya.
Ditanya mengenai pungutan untuk biaya pengukuran, dirinya enggan berkomentar dan menyuruh bertanya langaung kepada Sekretaris Desa (Sekdes) Lekis Rejo, Suridi.
“Kalau masalah itu, saya tidak bisa menjawabnya. Silahkan tanya ke Pak sekdes, beliau yang lebih tahu,” tukasnya.
Hal serupa juga diungkapkan Kadus 2, Tukiran. Bahwa, ada sekitar 400 warga yang mandaftar pembuatan sertifikat PTSL pada tahun 2022/2023. Namun, hingga saat ini baru sekitar 100 sertifikat yang telah diterbitkan oleh BPN OKU.
“Itu juga belum diserahkan kepada warga. Untuk sisanya yang belum terbit, kami tidak tahu alasannya apa. Itu pihak BPN yang tahu,” ujarnya.
Disinggung mengenai dugaan adanya pungutan liar (Pungli) untuk biaya pengukuran yang dilakukan oleh oknum BPN OKU, ia secara tersirat membenarkan hal tersebut.
“Kalau masalah itu, saya kurang tahu. Tapi itu sudah jadi rahasia umum, untuk bantu uang rokok dan bensin petugas yang melakukan pengukuran. Besarannya bervariasi, paling dikisaran ratusan ribu,” tukasnya.
Sementara itu, Sekdes Lekis Rejo, Suridi, membenarkan ada ratusan warganya yang mengajukan pembuatan sertifikat Prona di tahun 2022/2023 lalu.
“Benar. Waktu itu kita dapat kuota 200 sertifikat. Lalu dari pihak BPN OKU, ada penambahan sekitar 200 kuota lagi. Mungkin ini lah penyebab masih banyak sertifikat yang belum terbit. Contoh kita, dari 400-an yang diajukan, yang terbit hanya 100 lebih,” jelasnya merincikan.
Terkait dugaan pungli untuk biaya pengukuran, Suridi, dengan tegas membantah hal itu. Ia memastikan pembuatan sertifikat prona di desanya gratis dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Tidak ada biaya apa pun. Memang sekarang tidak seperti dulu, kalau dulu kita bisa langsung ke atasan BPN. Sekarang prosesnya hanya sebatas administrasi dan tim yang melakukan pengukuran. Jadi kita tidak tahu mengapa ada sertifikat yang terbit dan ada yang belum,” katanya berkilah.
Terpisah, Kepala Kantor Kementerian ATR/BPN OKU, Ribut Setiawan, melalui Perno, Bagian Peralihan Hak, mengaku belum mengetahui permasalahan ratusan warga Desa Lekis Rejo yang belum mendapatkan sertifikat PTSL tersebut.
“Bapak sedang zoom dengan pihak kementerian. Kebetulan saya juga baru, jadi belum mengetahui yang terjadi di lapangan. Nanti kami konfirmasi dulu sama tim yang lama. Kita lihat dulu apakah kegiatan redistribusi tanah atau program PTSL. Sebab tahun 2023 itu, programnya ada dua. Makanya kita lihat dulu dan cari datanya dulu,” jelasnya.
Begitu juga tentang dugaan Pungli untuk biaya pengukuran di lapangan, Perno menyebut bahwa tidak ada biaya pengukuran dalam pembuatan sertifikat Prona.
“Kalau pembuatan sertifikat dari program PTSL, gratis. Namun, ada biaya lain yang ditanggung oleh pemohon, yaitu biaya administrasi, materai dan SPHT. Untuk pengukuran tidak dipungut biaya sepeser pun,” tegasnya seraya menambahkan akan menyelidiki dulu dan berkoordinasi dengan pihak Desa Lekis Rejo.(Erham)





