Notaris Siti Nurmawani: Akta P3A Ditandatangani di Rumah Pegawai, Tak Pernah Diserahkan Akta Asli!

7
0

MediaSuaraMabes, Banda Aceh – RH Law Firm & Partner menuding Notaris/PPAT Siti Nurmawani di Pidie Jaya melakukan pelanggaran etik dan itikad tidak baik karena akta pendirian tiga kelompok P3A tidak pernah diserahkan, termasuk akta aslinya.

Dugaan pelanggaran jabatan kembali mencuat di Aceh. Notaris & PPAT Siti Nurmawani, S.H., M.Kn., yang berkantor di Beurawang, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, disomasi oleh RH Law Firm & Partner melalui Surat Nomor 007/RH-LAW/X/2025 tertanggal 9 Oktober 2025.

Somasi itu dilayangkan karena akta pendirian tiga kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) — Usaha Bersama, Andesra, dan Mufakat Jaya — tidak pernah diserahkan, baik salinan maupun akta aslinya, meskipun telah ditandatangani sejak Maret 2025.

Hasil verifikasi lapangan yang dilakukan oleh RH Law Firm & Partner bersama para Ketua P3A mengungkap fakta mengejutkan: penandatanganan akta tidak dilakukan di kantor notaris, melainkan di rumah pribadi pegawai kantor notaris, bernama Yuslianda, yang beralamat di Gampong Rungkom, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.

Penandatanganan dilakukan tanpa kehadiran pejabat notaris, hanya disaksikan oleh Aulia Rahman.

Lebih parah lagi, di lokasi yang sama, pegawai tersebut juga memfasilitasi pengisian Formulir Spesimen Bank Syariah Indonesia (BSI) tanpa satu pun pegawai bank yang hadir.

“Setelah penandatanganan, baik minuta, salinan, maupun akta asli tidak pernah diserahkan kepada kelompok P3A. Notaris Siti Nurmawani tidak hadir dan tidak pernah membacakan akta di hadapan para pihak,” tulis RH Law Firm dalam somasi resmi itu.

“Ini Bukan Sekadar Lalai, Tapi Itikad Tidak Baik”

Menurut RH Law Firm, tindakan Notaris Siti Nurmawani bukan hanya kelalaian administratif, melainkan menunjukkan itikad tidak baik dalam menjalankan jabatan publik.

“Penandatanganan akta di rumah pegawai, tanpa kehadiran notaris, dan penahanan akta asli selama berbulan-bulan adalah pengkhianatan terhadap amanah jabatan. Ini bentuk itikad tidak baik,” ujar Ridwan Muhammad.

RH Law Firm menyebut, akta yang dibuat tanpa memenuhi ketentuan formal dapat kehilangan kekuatan autentik, dan perbuatan tersebut berpotensi dilaporkan sebagai pelanggaran etik berat di bawah pengawasan Majelis Pengawas Daerah (MPD).

RH Law Firm mendesak MPD Notaris Kabupaten Pidie Jaya segera memeriksa kasus ini, serta meminta Kemenkumham RI memperketat pengawasan terhadap praktik notaris di Aceh.

Selain itu, firma hukum tersebut juga menyampaikan pesan khusus kepada Bupati Pidie Jaya agar tidak tinggal diam terhadap persoalan ini.

“Kami mendorong Bupati Pidie Jaya untuk turun langsung memeriksa pelayanan kenotariatan di daerahnya. Jabatan notaris bukan sekadar profesi, tapi amanah hukum yang harus dijaga,” ujar Ridwan Muhammad.

RH Law Firm mengimbau masyarakat agar berhati-hati dalam menggunakan jasa notaris dan PPAT.

Setiap akta harus dibacakan dan ditandatangani langsung di hadapan notaris yang berwenang — bukan di rumah pegawai atau pihak perantara.

“Masyarakat Aceh harus lebih berani bersuara. Jangan biarkan praktik seperti ini dianggap hal biasa. Akta adalah dokumen negara, bukan milik pribadi,” tegas Ridwan Muhammad.

Firma hukum ini menegaskan bahwa publikasi ini dilakukan semata-mata sebagai bentuk transparansi hukum dan kontrol sosial, bukan serangan pribadi.

“Ketika pejabat publik bertindak di luar koridor hukum, publik berhak tahu. Dan di sini, kita harus bertanya bersama: di mana letak amanah hukum itu disimpan selama ini?” tutup Ridwan Muhammad.

(Hanafiah)