MediaSuaraMabes, Bekasi – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Arjuna Bakti Negara secara resmi melaporkan persoalan penetapan nilai restitusi yang dinilai tidak masuk akal kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia.
Laporan tersebut diajukan sebagai bentuk keberatan sekaligus permohonan perlindungan hak korban dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Hal tersebut tertuang dalam surat resmi LPSK tertanggal 19 Desember 2025 dengan nomor R-9243/4.1.PPP/LPSK/12/2025, yang ditujukan kepada Zuli Zulkipli, S.H, selaku Direktur LBH Arjuna Bakti Negara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dalam surat itu, LPSK menyatakan telah menerima permohonan perlindungan yang diajukan atas nama korban dan saat ini tengah memasuki tahap penelaahan administrasi.
Direktur LBH Arjuna Bakti Negara, Zuli Zulkipli, S.H, menegaskan bahwa laporan ke LPSK dilakukan karena nilai restitusi yang ditetapkan dalam perkara tersebut tidak mencerminkan kerugian nyata yang dialami korban, baik secara materiil maupun immateriil.
“Nilai restitusi yang ditetapkan sangat tidak rasional dan tidak sebanding dengan penderitaan serta dampak yang dialami korban. Ini mencederai rasa keadilan dan bertentangan dengan semangat perlindungan korban sebagaimana diamanatkan undang-undang,” tegas Zuli, Sabtu (21/12/2025).
Menurutnya, restitusi seharusnya menjadi instrumen pemulihan korban, bukan sekadar formalitas hukum. Oleh karena itu, pihaknya meminta LPSK untuk turut mengawal dan memberikan rekomendasi objektif agar hak korban benar-benar terpenuhi.
Dalam suratnya, LPSK merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Peraturan LPSK Nomor 2 Tahun 2020, yang mengatur hak korban atas restitusi, kompensasi, dan perlindungan hukum. LPSK juga meminta pemohon untuk segera melengkapi dokumen persyaratan guna mempercepat proses penelaahan.
LBH Arjuna Bakti Negara menilai keterlibatan LPSK sangat penting agar tidak terjadi penetapan nilai restitusi yang bersifat sepihak dan merugikan korban.
“Kami berharap LPSK hadir sebagai penyeimbang dan penjaga keadilan bagi korban, sehingga nilai restitusi yang ditetapkan benar-benar berdasarkan fakta kerugian, bukan asumsi,” tambah Zuli.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena dinilai mencerminkan masih lemahnya perspektif perlindungan korban dalam penegakan hukum. LBH Arjuna Bakti Negara menegaskan akan terus mengawal proses ini hingga korban mendapatkan haknya secara adil dan bermartabat. (DG)





