MSM TV – PT Kereta Api Indonesia (KAI) menolak usulan penyediaan gerbong khusus merokok di layanan kereta jarak jauh. Perusahaan berargumen bahwa ide tersebut bertentangan dengan aturan kesehatan dan berpotensi membahayakan keselamatan penumpang.
Usulan tersebut datang dari anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKB, Nasim Khan. Ia menilai gerbong khusus merokok bisa memberikan kenyamanan tambahan bagi penumpang serta membuka peluang pendapatan baru bagi perusahaan.
“Ini bisa menjadi solusi bagi penumpang yang bosan, karena jarak tempuh perjalanan yang bisa mencapai berjam-jam. Di bus saja ada tempat merokoknya. Di kereta seharusnya juga bisa,” kata Nasim dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, dikutip dari laman Fraksi PKB DPR RI.
Komitmen KAI Jaga Keselamatan
PT KAI menyatakan kebijakan larangan merokok di kereta api tidak akan berubah. Perusahaan menilai konsistensi ini merupakan bentuk kepatuhan terhadap peraturan sekaligus komitmen untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan seluruh penumpang.
Larangan ini juga mendukung program pemerintah untuk menekan jumlah perokok aktif dan melindungi masyarakat dari paparan asap di ruang publik. Sebagian besar penumpang bahkan mendukung aturan tersebut karena memberi rasa aman bagi anak-anak maupun kelompok rentan.
Meskipun ada penumpang yang merasa dirugikan karena perjalanan jauh tanpaArea merokok, namun KAI menyatakan lebih memilih fokus pada peningkatan layanan seperti modernisasi armada, perbaikan sistem keselamatan, hingga pengembangan layanan baru seperti kereta khusus petani dan pedagang.
Sejak 2012, PT KAI menetapkan seluruh rangkaian kereta sebagai Kawasan Tanpa Rokok dengan sanksi tegas berupa penurunan penumpang yang melanggar. Aturan ini sejalan dengan PP Nomor 28 Tahun 2024 dan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Kementerian Perhubungan menegaskan larangan merokok di kereta merupakan bagian dari upaya menjaga udara bersih dan melindungi kesehatan masyarakat. PT KAI Daop 1 Jakarta juga menyatakan seluruh perjalanan kereta api, baik itu jarak jauh, lokal, maupun komuter merupakan zona bebas rokok, termasuk di seluruh stasiun.
Kewajiban Aturan Larangan Merokok
Dikutip dari Antara, Ketua IndonesiaDewan Pemuda untuk Perubahan Taktis(IYCTC) Manik Marganamahendra menyebut ide kereta khusus merokok sebagai langkah mundur dari kebijakan yang sudah berjalan.
Manik kembali mengingatkan tragedi Varig 820 di Prancis pada tahun 1973 yang menewaskan 123 orang akibat puntung rokok di toilet pesawat. Menurutnya, membiarkan rokok di transportasi umum adalah bom waktu karena berpotensi memicu kebakaran maupun gangguan ventilasi.
Dari sisi operasional, IYCTC menyebut kereta khusus merokok justru menambah biaya perawatan, mulai dari pembersihan sisa asap, puntung rokok, hingga sterilisasi rutin. Biaya tambahan tersebut berisiko membebani penumpang melalui kenaikan tarif atau bahkan membebani negara melalui subsidi.
Ditambah pula dengan studi peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Soewarta Kosen, pada 2015 memperkirakan kerugian ekonomi akibat rokok mencapai hampir Rp 600 triliun, lebih dari empat kali lipat nilai cukai rokok yang diterima negara pada tahun yang sama. Sehingga jika menambah gerbong khusus untuk merokok di kereta, bukan memberikan keuntungan melainkan akan menambah beban negara.
Dari segi kesehatan, bahaya asap rokok juga akan menjangkauasap rokok ketiga. Istilah tersebut merujuk pada dampak residu nikotin dan zat kimia berbahaya lainnya yang menempel pada kursi, dinding, dan pakaian yang dapat bertahan selama beberapa bulan bahkan hingga 19 bulan.
Kondisi tersebut, menurut para ahli, melanggar hak dasar anak-anak, lansia, dan kelompok rentan terhadap udara bersih. Alih-alih membuka ruang merokok, pemerintah dinilai perlu memperkuat layanan berhenti merokok dan memastikan transportasi umum tetap bebas dari asap.
Sementara Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof Tjandra Yoga Aditama, menyatakan larangan merokok di kereta bisa membantu perokok untuk menahan diri, bahkan menjadi langkah awal untuk berhenti sepenuhnya.
Aturan tersebut, menurutnya, penting untuk mewujudkan perjalanan yang sehat dan ramah bagi semua kalangan. Ia mengingatkan bahwa ventilasi tidak mampu menjamin asap rokok tidak menyebar ke penumpang lain atau petugas yang melintas.
Tjandra, yang pernah menjabat Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, menegaskan bahwa pembuat kebijakan memiliki tanggung jawab untuk melindungi kesehatan masyarakat. Karena itu, budaya tidak merokok harus terus diperluas, termasuk mempertahankan transportasi umum bebas asap rokok.
Dasar Hukum Kawasan Tanpa Rokok di Kereta
Kebijakan bebas asap rokok di kereta pertama kali diterapkan pada 1 Februari 2012. Saat itu, penumpang dilarangmerokok, baik rokok konvensional maupun elektrik, di semua area kereta. Pelanggar langsung diturunkan di stasiun terdekat.
Larangan ini memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2011, PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau, serta SE Menhub Nomor 29 Tahun 2014.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Allan Tandiono, menegaskan bahwa kereta api adalah kawasan tanpa rokok demi kesehatan dan kenyamanan penumpang. “Jadi berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2012 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan angkutan umum termasuk kereta api telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok atau KTR,” kata Allan.
Putri Safira Pitalokadan Antara