Kritik Media, Kabid Perkim LH Ketapang Lapor Dewan Pers, Pakar Hukum Angkat Bicara

7
0

MediaSuaraMabes, Ketapang Kalbar – Diduga kuat sejumlah oknum wartawan wartawan menjadi bekingan bagi oknum pejabat dalam mengelola ratusan paket proyek di lingkungan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (Perkim LH) Kabupaten Ketapang. Para oknum tersebut, yang dikenal dekat dengan pejabat, santer disebut sebagai pembisik bagi Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman (Kabid Perkim) Dinas Perkim LH Ketapang berinisial AR, yang tengah menjadi sorotan publik.

Salah satu oknum wartawan berinisial MZN disebut-sebut ada di balik skenario pelaporan sejumlah media oleh AR kepada Dewan Pers. Diduga kolaborasi antara MZN dan AR merupakan upaya pembungkaman media dengan cara melaporkan tiga perusahaan media ke Dewan Pers atas tuduhan pencemaran nama baik AR. Langkah ini diperkirakan untuk meredam pemberitaan terkait AR yang sebelumnya viral. Info terbaru menunjukkan AR juga akan melaporkan enam media lain yang dianggap sama-sama mencemarkan namanya.

Ironisnya, di tengah badai yang menyeret namanya, tiba-tiba muncul keterangan bahwa AR telah menjadi Dewan Pembina dari Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Kalbar. Hal ini membuat publik dan sejumlah wartawan bertanya-tanya ada apa di balik drama yang diperankan oleh kolaborasi antara AR dan para oknum wartawan.

AR sendiri sebelumnya menjadi perbincangan hangat setelah mencuat dugaan praktik jual beli paket proyek di Dinas Perkim LH yang bersumber dari dana APBD Ketapang tahun 2024 dan 2025. Sejumlah kontraktor diduga menjadi korban, lantaran proyek yang dijanjikan oleh AR terindikasi fiktif. AR disinyalir mengendalikan sejumlah paket proyek dinas, termasuk paket pokir anggota Dewan Ketapang.

Lebih lagi, MZN dan kelompok wartawan/jurnalis yang seharusnya menjalankan fungsi kontrol sosial justru diduga berkolaborasi dengan pejabat demi mengamankan paket-paket pekerjaan. Tindakan ini mencoreng citra jurnalisme dan mengkhianati kepercayaan publik. MZN juga terekam pernah terlibat dalam kasus dugaan penipuan terhadap warga Kayong Utara pada tahun 2019, dengan menjanjikan paket pekerjaan yang tak pernah ada dan uang yang diterima tak kunjung dikembalikan. “Saya sangat kesal dan kecewa atas tindakan dan perilaku MZN – uang saya hingga hari ini tidak juga dikembalikan,” ujar H.J, salah satu korban MZN saat dihubungi.

MZN yang namanya dikaitan saat dikonfirmasi oleh Beritainvestigasi.com menyangkal keterlibatannya.

“Salah awak nyan….cobe bace isi berita razak tu, die menggunakan pengacara ptk yg adukan te…justru aku yg memberitekan awal soal razak, liat bah rekam jejak sampai berite razak bejilid jilid awak batai tu….cume berita aku razak tak bise adukan karne ade bukti rekaman wawancara dan ku sondingkan dg keterangan pejabat,…..salah duga awak tu, ” tulis MZN melalui pesan WhatsApp Senin (24/11).

Awak bace narasi ini. Perlu awak ketahui…..aku sendiri dapat Email berisi peringata dari dewan Pers, soal kehati hatian menayangkan berita, krne sebagai pemegang lartu Dewan Pers, ancamanye keanggotaanku bise dibekukan, “tambahnya.

Mengenai kasus pelaporan media ke Dewan Pers, Pakar Hukum Dr Herman Hofi Munawar, SH, MH menyatakan bahwa ramainya pemberitaan terkait dugaan pencemaran nama baik pejabat Pemkab Ketapang yang dibawa ke Dewan Pers adalah prosedur yang benar dan harus dihormati. Namun, selama persoalan masih berada di meja Dewan Pers dan dalam pemeriksaan, media tersebut harus diakui sebagai entitas yang menjalankan profesi yang dilindungi konstitusional.

“Upaya hukum apapun baik pidana maupun gugatan Permohonan Penegakan Hak Mati (PMH) yang dilakukan sebelum putusan Dewan Pers merupakan suatu hal prematur dan kurang arif, bahkan terkesan memaksakan kehendak,” katanya.

Menurut Herman, persoalan sengketa pers telah memiliki mekanisme hukum yang mengatur untuk menghindari anti-demokrasi dan menciptakan iklim ketakutan di kalangan jurnalis. “Mengabaikan UU Pers akan menjadi preseden hukum yang buruk, merusak hierarki perundang-undangan, dan membuka ruang kriminalisasi kritik yang sah,” jelasnya.

Dia menambahkan bahwa perlindungan hukum pada jurnalis yang dijamin oleh UU Pers harus dihormati semua pihak. Tuduhan adanya perbuatan melawan hukum dinilai kurang relevan dan inprosedural sebelum adanya putusan etik final dari lembaga pengawas profesi pers. Hanya Dewan Pers yang berwenang menilai apakah publikasi media merupakan produk jurnalistik sah atau bukan, dengan penyelesaian diutamakan melalui hak jawab dan hak koreksi.

“Pintu menuju gugatan PMH di ranah perdata atau pidana umum hanya boleh terbuka jika Dewan Pers secara eksplisit memutuskan bahwa publikasi tersebut bukan produk jurnalistik,” ujar Herman. Dia juga menegaskan bahwa pejabat publik tidak boleh anti-kritik, karena kritik pers terhadap kebijakan, kinerja, atau dugaan penyalahgunaan wewenang bukanlah tindak pidana melainkan pelaksanaan fungsi kontrol sosial yang diamanatkan konstitusi – hal yang dipertegas Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusan.

Hingga berita ini diterbitkan belum ada konfirmasi dari dari GWI dan Dewan Pers. (Hepni)