MediaSuaraMabes, Indramayu — Kasus dugaan penyalahgunaan wewenang di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu kembali mencuat. Sejumlah pejabat struktural diduga terlibat dalam praktik melanggar aturan terkait jabatan rangkap dan penerimaan honorarium Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Indramayu.
Nama-nama yang disebut antara lain Inspektur Inspektorat Kabupaten Indramayu, Ari Risdianto, AP., M.Si., QGIA, CGCAE, Kepala Bappeda Dra. CH Iin Indrayati, M.Si, H. Ermasyanto, SE., M.Ak, serta Sri Hendriyani, S.Kom., M.Si., CGCAE, yang tercatat sebagai pengawas BLUD RSUD Indramayu (RSUD Mursid Ibnu Syaeffuddin Krangkeng) sejak tahun 2022 hingga 2025 dengan honorarium Rp7.000.000 per bulan.
Direktur Pusat Kajian Strategi Pembangunan Daerah (PKSPD) Kabupaten Indramayu, Oushj Dialambaqa, menyatakan kepada Media Suara Mabes bahwa tindakan tersebut jelas termasuk dalam kategori pelanggaran hukum dan berpotensi korupsi karena bertentangan dengan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah.
“Jelas ini pelanggaran. Mereka tahu aturan tapi tidak melapor, bahkan menikmati jabatan ganda di luar ketentuan. Permendagri 79 Tahun 2018 sudah sangat tegas mengatur unsur Dewan Pengawas BLUD,” tegas Oushj Dialambaqa.
Lebih lanjut, berdasarkan Keputusan Bupati Indramayu Nomor 445/Kep.167-Dinkes/2022 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas BLUD RSUD Kabupaten Indramayu tertanggal 28 Maret 2022, diketahui Sekda Kabupaten Indramayu saat itu, Drs. H. Rinto Waluyo, M.Pd, juga dilantik sebagai Ketua Dewan Pengawas dengan honor Rp9.000.000 per bulan.
Sementara itu, dalam surat keputusan lainnya, yakni Nomor 445/Kep.170-Dinkes/2022, disebutkan bahwa Ermasyanto diangkat menjadi Sekretaris Dewan Pengawas BLUD RSUD Indramayu, ditandatangani oleh Bupati Indramayu Nina Agustina pada tanggal yang sama.
Padahal, menurut Oushj Dialambaqa, jabatan tersebut seharusnya diisi oleh unsur yang berkaitan langsung dengan Dinas Kesehatan dan Badan Keuangan Daerah, bukan pejabat dari Inspektorat atau Bappeda.
“Ari Risdianto dan Sri Hendriyani itu bukan dari unsur kesehatan. Ini jelas rekayasa jabatan. Aturannya mereka tidak memenuhi syarat, tapi tetap dilantik. Ini mencoreng citra Inspektorat dan Pemerintah Kabupaten Indramayu,” ujarnya.
Lebih jauh, PKSPD juga menyoroti dugaan praktik tidak terpuji lainnya yang dilakukan oleh oknum pejabat Inspektorat dalam penanganan kasus kedisiplinan perangkat desa. Diduga, terdapat praktik penyelesaian kasus melalui pembayaran, sehingga proses hukum internal tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Ada laporan kuwu yang terjerat kasus moral dan penyalahgunaan dana desa, tapi selesai dengan cara bayar. Ini menandakan Inspektorat sudah kehilangan independensinya,” tambah Oushj.
PKSPD mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Bupati Indramayu Lucky Hakim untuk segera menindak tegas dan mencopot oknum-oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan jabatan tersebut.
“Kalau Bupati Lucky Hakim tidak segera bersikap, maka visi-misi Indramayu Reang Beberes Dermayu hanya menjadi kamuflase. Ini pembiaran yang bisa merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah,” tutupnya.
Masyarakat pun diimbau untuk tetap kritis dan berani menyampaikan informasi apabila menemukan dugaan penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan SKPD, mengingat seluruh aparatur pemerintah digaji dari uang rakyat.
Eddysae
 
            
 
		